6 September 2010

Moral Pejabat Negara / Dinas perlu diperbaiki

Ga dibuat-buat, ga di tambah-tambahin, dan ini asli apa yang aku tulis adalah kenyataan. Aku ga tahu nulisnya harus dimulai dari mana, tapi yang pasti setelah beberapa hari ini sampai sekarang saya nulis ternyata latar belakang pendidikan itu berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa hari menjelang Idul Fitri, inilah kesibukan dan kebersamaan warga terutama pemuda kampungku terbentuk. Dan kebetulan juga tahun ini merupakan peserta sekaligus panitia takbir keliling yang diikuti seluruh masyarakat desa tempat tinggalku yang di selenggarakan tiap tahunnya. Mengenai dana, pastinya kampung sendiri telah mempunyai kas. Namun ternyata dana yang dibutuhkan jauh lebih banyak daripada kas yang telah terkumpul. Yang namanya dana, bisa di cari. Yup, akhirnya Dinas kepala desa memberikan bantuan Rp 500.000 lumayan untuk menyewa peralatan takbir.

Masih mengenai dana, ternyata kebutuhan uang masih banyak yaitu sekitar 2 juta-an. Duit kurang, proposal pun bicara. Sebagai sekretaris kedua, lumayan lah buatku daripada tidak ikut tercatat di struktur organisasi sama sekali, hehe. Dan hal tersebutlah yang membuatku tahu betapa berbedanya sifat orang-orang "KAMPUNG" dan orang-orang pejabat / "DINAS".

Sekedar berbagi pengalaman, saya memang bukan anggota Dinas tapi saya seringkali mengikuti Rapat Dinas, Penyuluhan, Dinas Proyek yang semua fasilitas dan biayanya ditanggung sepenuhnya oleh negara. Saya akui, para anggota entah sudah terbiasa hidup mewah atau memang anggaran berlebihan dari pemerintah untuk mereka. Contohnya saja : Sekitar 2 tahun lalu, ada proyek yang masih bisa dibilang kecil tapi terikat dengan pemerintah mengenai penyuluhan pertanian yang kebetulan juga saya ikut didalamnya. Tujuan hanya untuk mendirikan lembaga bantuan penyuluh pertanian yang mungkin peratannya sampai 30 juta, tapi mereka para dinas penggarap proyek yang berlangsung sekitar 3 hari itu telah membuat proposal 150 juta-an. Gila... sisa berapa tuh??? memang sih semua ada catatanya. Misalkan untuk nginap di Hotel mewah full fasilitas, Makan di Resto terfavorit, Transport, dll. Itupun secara logika masih ada sisa, karena mereka hanya sekitar ada 6 orang. Yang namanya sisa dari uang meminta, tak mungkinlah di balikin ke negara lagi. Kita tahu sendiri bahwa mereka sudah ada gaji pokok, beruntung dah mereka. Yang lebih menyakitkan lagi, mereka membuat miris masyarakat dimana tempat peroyek berada adalah di sekitar lingkungan petani, bisa dibayangkan seperti apa kesejahteraan dan pola hidup masyarakat petani. Itu hanya contoh proyek kecil, apalagi kalau proyek yang besar. Milyar bahkan Ttriliun.... saya kira itulah salah satu celah jalan menuju korupsi. Dalam hal ini, jangan salah sangka jika saya juga memanfaatkan apa yang mereka dapatkan.

Gambaran diatas tadi sangat berbeda dengan apa yang ku lihat di kampungku. Kita butuh sekitar 2 juta, proposal pun juga segitu. Ketika aku ikut bergotong royong, kita semua ga jor-joran. Rokok aja belinya kretek yang murah 2 bungkus, untuk sehari buat rame-rame. Makan mereka ga pernah menggunakan uang hasil proposal. Pembelian alat-alat pun kita milih-milih keekonomiannya. Sisa uang pasti ada. Namun yang aku kagumi, kampung kita hanya menggunakan uang seperlunya saja, sisanya digunakan untuk kas.

Itulah perbandingan cara hidup 2 instansi yang berbeda.

Kesimpulannya.

Latar belakang pendidikan dan lingkungan sangat mempengaruhi sifat seseorang dalam menjalani kehidupannya. Kita tak bisa menghakimi bahwa orang kampung itu bodoh karena tak mau memanfaatkan kesempatan, karena mereka punya alasan tentang beban moral masyarakat dan iman. Andai saja para pejabat dinas yang suka menghambur-hamburkan uang negara bahkan para koruptor berpikir kembali apa yang dilakukannya, telah merugikan negara untuk segera insyaf dan memperbaiki perilakunya.


Salam politik


OOS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis disini. Bila anda sebagai pembaca ( Bukan Blogger ), bisa memakai profil Name/url. untuk url boleh diisi, boleh kosong. Thanks